Tapak Suci Ponorogo


Sejarah berdirinya
Tapak Suci Ponorogo
Perguruan Seni Beladiri Indonesia Tapak Suci Putera Muhammadiyah atau disingkat Tapak Suci, berdiri secara resmi pada 31 Juli 1963 atau tepat tanggal 10 Rabi’ul Awal 1383 H, di kampung Kauman, Jogyakarta.


Tapak Suci adalah suatu lembaga seni beladiri berstatus sebagai organisasi otonom (Ortom) di bawah Persyarikatan Muhammadiyah, oleh karena  kemudian diberi nama lengkap sebagai Perguruan Seni Beladiri Indonesia Tapak Suci Putera Muhammadiyah.
Dalam kiprahnya diblantika ilmu beladiri, Tapak Suci kini telah menjangkau wawasan nasional dan internasional. Hampir di setiap provinsi, kabupaten, dan kota di seluruh wilayah Indonesia, serta di banyak negara di dunia seperti di benua Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika,  telah berdiri Tapak Suci.  
Dalam lintasan sejarah kelahiran Tapak Suci memiliki karakteristik yang khas yakni  Bela Agama dan Bela Bangsa.  Pada zaman penjahan Belanda, tersebutlah nama seorang pemuda bernama Ibrahim yang memperdalam ilmu beladiri untuk menentang kolonialisme Belanda di tanah air Indonesia. Semangat perlawanan pemuda Ibrahim inilah yang selanjutnya menumbuhkan pewarisan jiwa keilmuan beladiri yang di kemudian hari menjelma menjadi aliran Tapak Suci untuk menegakkan spirit Bela Bangsa.
Seni beladiri Tapak Suci setidaknya menjadi bukti dari adanya semangat bela agama. Semangat inilah yang menunjukkan betapa di masa lalu telah terpatri keterpaduan antara bela agama dan bela bangsa. Pada awal kegiatan dakwah agama di nusantara, para ulama senantiasa memasukkan unsur pengajaran-pengajaran tentang beladiri, bela umat, bela bangsa, bela negara, dan bela agama dalam perspektif kajian Islam.
 Bila kita cermati dari lintasan sejarah perjuangan umat muslim sejak masa lalu, para ulama dalam penyebaran agama di seluruh nusantara, mereka selain ahli agama juga adalah para pendekar silat yang tangguh, misalnya di Malaka, tercatat Kesultanan Islam Ternate dan Tidore, kemudian para ulama pejuang seperti Teuku Cik Ditiro, Imam Bonjol, Kyai Haji Zainal Mustafa, Pangeran Diponegoro, Sultan Hasanuddin, dan beribu-ribu nama tokoh pergerakan agama dan pejuang kemerdekaan, adalah perintis dan pengembang ilmu beladiri di tanah air.

Pencak Silat
Pencak silat sebagai budaya luhur bangsa  merupakan bentuk khas beladiri bangsa. Pencak silat pada hakikatnya merupakan usaha budidaya bangsa Indonesia yang didalamnya selain mengandung unsur beladiri, terdapat juga unsur-unsur lain seperti olahraga, seni, mental spritual, sebagai satu kesatuan yang padu.
Dalam perkembangannya hingga sekarang, pencak silat telah menyebar ke seluruh persada nusantara dan di negara-negara lain di dunia, dimana Perguruan Seni Beladiri Indonesia Tapak Suci merupakan salah satu bentuk aliran pencak silat tersebut.
Telah menjadi suratan sejarah bahwa perguruan Tapak Suci telah berkembang menjadi pelopor bagi perkembangan pencak silat modern  yang metodis dinamis, sehingga sering mengukir prestasi dalam even kompetisi nasional maupun internasional.  Hal ini semua berkat kebesaran para pendekar terdahulu yang memiliki visi jauh ke depan dengan menyatukan perguruan-perguruan yang telah ada sejak tahun 1925, menjadi satu wadah tunggal perguruan Tapak Suci.

Tantangan Masa Lalu
Tapak Suci hadir di tengah kondisi pergolakan masyarakat yang keras. Di internal lingkungan kampung Kauman Jogyakarta yang mayoritas warganya pemeluk muslim, terjadi friksi tajam antar kelompok yang melibatkan keberadaan paguron-paguron pencak silat di lingkungan warga Kauman sendiri. Kemudian dari sisi eksternal, gerakan umat Islam secara umum sedang menghadapi rongrongan dari kaum komunis pada saat-saat menjelang dan sesudah terjadinya peristiwa G30S/PKI.
Ketika Tapak Suci berdiri, seorang pemuda Kauman dengan penuh semangat mengatakan : “Tapak Suci akan menembus dunia.” Pernyataan itu disambut sinis oleh beberapa orang pemuda Kauman lainnya : “Jangankan menembus dunia, bisa menembus keluar dari Kauman saja mustahil”. Pernyataan Tapak Suci akan dapat menembus dunia dianggapnya mimpi belaka. Apalagi kalau diingat, waktu itu di Kauman Jogyakarta, kondisinya sedang marak terjadi persaingan antar berbagai aliran pencak silat yang sama-sama mengklaim dirinya sebagai yang berhak mengatasnamakan Kauman.
Namun ternyata sejarah membuktikan lain, dalam rentang waktu perjalanan hidup, telah mengubah impian menjadi kenyataan, Tapak Suci benar-benar telah menembus dunia. Bahkan kini telah berkembang menyebar ke seluruh penjuru dunia.
Apa yang menjadi penyebab, motor penggerak tersebarnya Tapak Suci yang begitu luas dalam waktu relatif singkat. Pertama, adanya eskalasi yang begitu cepat secara nasional karena dukungan infrastruktur organisasi Muhammadiyah. Kedua, tersebarnya ke pelosok dunia karena kandungan intelektualitas para mahasiswa anggota Tapak Suci yang studi keluar negeri, mereka kemudian mendirikan cabang-cabang di negara-negara tempat studinya. Ketiga, keunggulan keilmuan Tapak Suci yang dikatakan metodis dinamis, tidak terlepas dari kepiawaian pendekar Moh Barie Irsjad. Keempat, berkat ketekunan seorang tokoh Muhammad Rustam Djundab yang menjadi dinamisator bergeraknya organisasi sejak awal berdiri dengan mengabdikan hampir seluruh waktunya diabdikan untuk Tapak Suci. Kelima, antusiasme para pendekar dari berbagai aliran warga Muhammadiyah yang sebelumnya telah memiliki atau memimpin perguruan-perguruan beladiri di daerah-daerahnya masing-masing, kemudian serta-merta bersedia membubarkan diri, memilih bergabung ke dalam Tapak Suci.
Itulah kelima faktor pendorong yang menjadikan perkembangan Tapak Suci begitu pesat sampai seantero nusantara dan seluruh dunia. 

Berlatar Pertentangan  Ideologis
Pada awal tahun 1960-an, situasi sosial politik negara sedang memanas. Posisi politis kaum agama mulai tersudutkan oleh gerakan kaum komunis yang biasa juga disebut sebagai gerakan golongan merah. Kaum komunis nampak sekali berambisi  hendak memberangus gerakan organisasi-organisasi berbasis keagamaan di Indonesia. Organisasi gerakan Islam  Muhammadiyah juga tidak luput dari ancaman gerakan politik radikal kaum komunis tersebut. Maka, beberapa pemuda Kauman Jogyakarta kemudian berinisiatif mendirikan perguruan beladiri Tapak Suci. Salah satu yang terbentang dalam benak mereka pada saat itu adalah “menantang” gerakan merah komunis dengan menggunakan seragam merah-merah pula untuk menandingi lambang keberanian kaum komunis yang merah tersebut. Kenapa pakaian seragam Tapak Suci berwarna merah, bukannya hijau sebagaimana ciri pada umumnya pergerakan kaum muslim berwarna hijau. Karena warna merah memberi arti sebagai sikap berani menantang merahnya komunis. Oleh karena itu, hingga kini Tapak Suci tetap mempertahankan seragam merah – diluar kelaziman seragam pencak silat yang umumnya berseragam hitam – karena memiliki latar belakang pemikiran filosofis, ideologis, dan politik pergerakan zaman itu, yaitu merepresentasikan lambang Bela Agama dari ancaman gerakan merah kaum radikal komunisme tersebut.   
Bila dilihat hari kelahiran Tapak Suci tahun 1963, dapat dibayangkan, bagaimana suasana kenegaraan pada waktu itu,  saat-saat yang amat menegangkan. Sebagaimana diketahui, gerakan komunis di Indonesia telah semakin menjadi-jadi di seluruh pelosok negeri. Kaum komunis  melakukan intimidasi terhadap kaum muslim dan menggerogoti kesatuan bangsa. Kondisi ini terjadi pula di kampung Kauman Jogyakarta, sebagai pusat gerakan dakwah Islam Muhammadiyah. Tak sedikit warga Kauman yang diganggu, sekalipun Kauman menjadi perkampungan Muslim. Maka kehadiran Tapak Suci memberi rasa aman bagi kaum Muslim di Kauman. Pada masa-masa  perjuangan Tapak Suci tersebut merupakan babagan awal perlawanan menghadapi gerakan komunis yang dikenal memiliki massa rakyat kuat pada zaman itu. Oleh karena itu, pada saat itu, konsentrasi Tapak Suci secara otomatis diarahkan untuk menghadapi kekuatan komunis.
Gerakan melawan komunis itu juga diikuti oleh kelompok-kelompok pemuda lainnya yang kemudian membentuk sel-sel kekuatan tersendiri di kampung-kampung di Jogyakarta, seperti Benteng Melati di Kampung Kadipaten, Perkasa di Kampung Suronatan, termasuk gerakan yang dipimpin Moh Djuraimi yang di kelak kemudian membentuk perguruan Eka Sejati di kampung Karangkajen, yang seolah sebagai sel dari gerakan muslim di Kauman Jogyakarta.
Pada tahun 1966, Tapak Suci bersama kesatuan aksi dan organisasi massa Islam lainnya saling berinteraksi, yakni ikut mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari upaya rongrongan komunisme yang hendak menghancurkan eksistensi RI. Tapak Suci menjadi salah batu benteng gerakan umat Islam untuk melawan setiap usaha yang ingin menghancurkan persatuan dan kesatuan umat, bangsa dan negara tercinta Indonesia. Pada waktu itu, pergaulan para anggota Tapak Suci nampak tidak terbatas hanya pada segelintir kelompok seprofesi atau sepersyarikatan Muhammadiyah saja, tapi banyak pula orang-orang Tapak Suci yang aktif di berbagai organisasi kepemudaan lainnya, terutama yang berhimpun bersatu melawan komunis. Maka tak heran Tapak Suci, banyak bergaul dengan orang-orang HMI (Himpunan Mahasiswa Indonesia) yang kerap disebut “anak Umat”. Oleh surat kabar PKI “Harian Rakyat”, Tapak Suci dikatakan sebagai onderbow dan tukang pukulnya HMI, dikarenakan Tapak Suci membina hubungan kedekatan dengan HMI dan sering tampil dalam kegiatan HMI.
 Disebutkan pula dalam riwayat perjuangan politik ideologis menghadapi PKI waktu itu, ada salah seorang pahlawan Ampera dari Jogyakarta bernama Aris Margono adalah seorang anggota Tapak Suci dari aktivis HMI. Ia gugur ketika bergabung dalam kesatuan KAMI/KAPPI di Jogyakarta dalam sebuah aksi demonstrasi massa yang memperjuangkan Amanat Penderitaan Rakyat (Ampera). Namanya pun kemudian diabadikan oleh para pejuang Ampera sebagai Laskar Aris Margono.
Gerakan pemuda-pemuda Tapak Suci yang menggalang kekuatan dalam melawan kaum komunis di Jogyakarta, ternyata juga banyak diikuti oleh daerah-daerah lainnya di hampir seluruh pelosok Indonesia. Terlebih jika daerah itu merupakan kampung umat Muhammadiyah, atau  karena Tapak Suci dibawa oleh para aktivis perguruan keluar daerah, sehingga permintaan untuk dibuka cabang latihan Tapak Suci semakin meningkat dari daerah-daerah. Hal inilah yang kemudian telah mendorong lahirnya Tapak Suci di daerah-daerah.
Setelah meletus Gerakan 30 September 1965 /Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI), Tapak Suci kembali berkonsentrasi pada pengembangan organisasi olahraga beladiri. Di tahun 1966 diselenggarakan Konferensi Nasional I Tapak Suci yang dihadiri oleh para utusan pimpinan daerah perguruan Tapak Suci yang tersebar di Indonesia. Pada saat itu berhasil dirumuskan pemantapan organisasi secara nasional, dan nama Tapak Suci dikembangkan menjadi sebuah pergerakan yang melembaga. Setelah mengalami perubahan nama berkali-kali, maka terakhir disebutnya Perguruan Seni Beladiri Indonesia Tapak Suci Putera Muhammadiyah.

Gema Ponorogo
Muhammadiyah berdiri di daerah kabupaten Ponorogo pada  22 Februari 1922. Muhammadiyah sebagai organisasi sosial dan keagamaan semakin bertambah berkembang pesat dan besar di daerah Ponorogo, hingga sekarang. Perjalanan pergerakan Muhammadiyah ini diiringi pula oleh militansi aktivitas kader-kader muda yang tergabung dalam Angkatan Muda Muhammadiyah, seperti Pemuda Muhammadiyah, Pandu Hizbul Wathan (HW), Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), dan Nasyiatul Aisyiyah (NA). Kehadiran Angkatan Muda Muhammadiyah ini menambah kokoh dan besar Muhammadiyah di daerah Ponorogo.
Sebagai Angkatan Muda yang berorientasi jauh ke depan, Angkatan Muda Muhammadiyah menjadi pelopor, pelangsung, penerus, dan penyempurna amal usaha Muhammadiyah. Angkatan Muda Muhammadiyah tetap tegar berdiri di belakang Induknya.
Ketika pada suatu saat diadakan acara pertemuan IPM di rumah Bapak Haji Suharto di jl Hayam Wuruk Ponrogo, dalam kesempatan memberikan wejangan dari Pimpinan daerah Muhammadiyah, Haji Usman Djauhari sebagai salah pengurus Pimpinan daerah Muhammadiyah Ponorogo mendorong untuk segera dibentuk latihan beladiri bagi para pemuda Muhammadiyah khususnya IPM. Dari gagasan ini kemudian merucut, dan tampilah tokoh muda, Handoko Sudrisman yang dinilai memiliki kapasitas kerana kedekatan hubungan baik dengan para tokoh Tapak Suci di Kauman Yogyakarta, karena ia sebelumnya pernah sekolah di Yogyakarta, untuk pergi menemui Pimpinan Pusat Tapak Suci ke Yogyakarta.
Setelah bertemu dengan tokoh pendiri Tapak Suci, Muhammad Rustam Djundab, yang menjabat Sekjen Pimpinan Pusat Tapak Suci, ia hanya mendapat janji kesanggupan untuk dibahas di Pimpinan Pusat. Dari hasil kunjungan tersebut belum mendapat jawaban yang pasti untuk dapat diizinkan mendirikan Tapak Suci di Ponorogo. Handoko Sudrisman diminta datang kembali sekitar seminggu kemudian ke Yogyakarta untuk mendapatkan jawaban kesepakatan dari Pimpinan Pusat Tapak Suci. 
Setelah satu minggu, Handoko Sudrisman kembali ke Yogyakarta, menemui kembali Sekjen Pimpinan Pusat, diperoleh jawaban bahwa Pimpinan Tapak Suci di Yogyakarta mengabulkan permohonan untuk membina dan mengembangkan Tapak Suci di daerah Ponorogo.
Sebagai realisasi pernyataan tersebut, pada awal tahun 1968 Pimpinan Tapak Suci Yogyakarta mengirim pelatih untuk membina Tapak Suci di daerah Ponorogo. Di antara nama pelatih-pelatih dari Yogyakarta yang dikirim ke Ponorogo, yaitu : Muh. Sabri Achmad, Tenis Prasetyo (Nizami Achmad), Afnan Zamhari, Suharto, Zamroni, dan Mohammad Lutfhie.
Sebagai anak latih atau siswa yang ikut latihan diambilkan dari utusan Angkatan Muda Muhammadiyah (IPM dan Pemuda Muhammadiyah) dari masing-masing cabang yang ada di daerah Ponorogo, antara lain :
  1. Cabang Babatan
  2. Cabang Balong
  3. Cabang Jetis
  4. Cabang Mlarak
  5. Cabang Jenangan
Peserta yang diambilkan dari cabang-cabang ini berjumlah 41 orang, yang selanjutnya dibina latihan ekstensif yang diadakan di beberapa tempat di antaranya: (1). Di rumah Bapak Iskandar di Jl. Muria, (2). Di Komplek Sekolah Muhammadiyah Jl. Batoro Katong, (3). Di Radio Gema Surya Jl. Hayam Wuruk.
Sebagai awal pembinaan dilaksanakan selama sebulan penuh terus menerus dengan pelatih yang berganti-ganti. Karena semangat dan jiwa yang besar, baik dari pelatih maupun dari siswa sendiri, sehingga menjadikan pendorong untuk berlatih. Untuk selanjutnya latihan diadakan perubahan waktu dengan penjadwalan 1 minggu latihan 1 minggu istirahat, yang mana hal ini berlanjut selama 3 bulan. Akhir dari pembinaan rutin diadakan Training Center (TC).
Pelaksanaan TC dipusatkan di Sekolah Muhammadiyah Jl. Batoro Katong dan sebagai tempat untuk beristirahat (tidur) di Sekolah Muhammadiyah, sedangkan untuk makan di rumah Bapak Dimyati Jl. Sultan Agung.
Dalam TC ini dari unsur Pimpinan Pusat menambah pelatih baru lagi, yaitu : Pak Suharto dan Pak Lukman. Dari hasil latihan ini nampaknya Pemuda Muhammadiyah berhasil membekali diri mereka secara fisik dan mental yang mantap.

Perkembangan Tapak Suci Pimda Ponorogo
Rintisan yang ditangani oleh pimpinan pelatih dan pendekar dari Yogyakarta ini nampaknya tidak sia-sia dan bisa membuahkan hasil yang cukup memuaskan. Setelah berlatih selama 6 bulan akhirnya dari pihak pembina di yogyakarta menyeleksi untuk mencari kader penerus menjadi pelatih Tapak Suci di Ponorogo. Diantara peserta yang lulus seleksi sebanyak 7 orang, yaitu:
  1. Handoko Sudrisman
  2. S. Hariyadi
  3. Masruri Fananie
  4. Ansorudin (Sibek)
  5. Dody Rudianto (Dodiek)
  6. Mukhlas Ali
  7. Waluyo
Dengan demikian harapan akan berdirinya Tapak Suci di daerah Ponorogo makin terbukti setelah musyawarah untuk membentuk Pimpinan Tapak Suci Komisariat Daerah Ponorogo. Dengan susuanan personalia sebagai berikut :
  • Ketua : Putut Sugito
  • Wakil Ketua : Marianto
  • Sekretaris : Handoko Sudrisman
  • Wakil Sekretaris : Sugiarto
  • Bendahara : Zaenal Fananie Djamhuri
  • Wakil Bendahara : Arif Haryanto Usman Djauhari
Dengan anggota pengurus, antara lain :
  1. Ansoruddin (Sibe)
  2. Dody Rudianto (Dodiek)
  3. Mukhlas Ali (Gempol)
  4. Masruri Fananie
  5. Alif Subagianto
  6. Kuslal Hadi
  7. S. Hariyadi
  8. Fakurochman (Cemek)

Setelah terbentuknya personalia Ppmpinan daerah tersebut, akhirnya pada 25 April 1969, pimpinan terpilih dilantik oleh Pimpinan Pusat Tapak Suci yang mengambil tempat di Gedung Bakti jalan Irian Barat Ponorogo, diikuti Pagelaran Perdana (demonstrasi) untuk memperkenalkan kepada masyarakat Ponorogo mengenai kehadiran Tapak Suci di Ponorogo.
Setelah resmi Tapak Suci Pimda Ponorogo berdiri, belum genap 3 bulan, mendapat undangan dari PPTS untuk diikutkan pertandingan Kejurnas di Jakarta, tahun 1969. Pimda Ponorogo mengirim delegasi sebanyak 4 atlet, terpilih untuk pertandingan Sabung Bebas, yaitu : (1) Handoko Sudrisman; (2) Ansoruddin; (3) Waluyo; (4) Dody Rudianto. Peragaan ganda bersenjata, diperagakan pasangan Arief Haryanto dan Dody Rudianto. Perlombaan peragaan senjata tunggal diperagakan Waluyo, mendapat juara 1.

Tahun 1969 inilah Tapak Suci Pimda Ponorogo mulai berkembang yang ditandai dengan diadakannya pendaftaran siswa baru. Perkembangan Tapak Suci di Ponorogo makin melaju terus hingga pada awal tahun 1969 mempunyai anak latih kurang lebih 450 siswa. Dimana tempat latihan dipusatkan di Markas KAPPI Jalan Dr. Soetomo Ponorogo, sedangkan waktu latihan pada sore dan malam hari.
Perguruan-perguruan yang lain pada awal berdirinya Tapak Suci di Ponorogo ikut berkiprah antara lain : Perguruan SH Muda dan Perguruan PS Delima. Walaupun demikian perguruan-perguruan lain yang sudah ada ini tidak menjadikan penghambat berkembangnya Tapak Suci.

Tapak Suci Ponorogo yang punya warna keilmuan dari Yogyakarta ini akan lebih lengkap kalau dipadukan dengan keilmuan dari Timur. Sehingga pada tahun 1971 Pimda Ponorogo mengundang Pelatih untuk melatih di Ponorogo, antara pendekar Bapak Buchori Achmad dari Jember.
Dengan bekal iman yang dilandasi perjuangan sebagai Angkatan Muda Muhammadiyah “Tapak Suci ” dapat mewarnai pergerakan dan menentang serta meninggalkan ilmu silat yang mengandung kesesatan dan syirik, di mana Tapak Suci hanya semata-mata mendasarkan diri pada pembinaan secara metodik ilmiah yang bersifat dinamis.

Dengan mendasarkan kepribadian yang demikian maka Tapak Suci dalam waktu yang singkat dapat berkembang di berbagai cabang Ponorogo ini. Cabang-cabang yang ada Tapak Sucinya pada saat itu adalah :
  1. Cabang Babatan
  2. Cabang Jetis
  3. Cabang Pulung
  4. Cabang Balong
  5. Cabang Siman
  6. Cabang Jenangan
Setelah setahun berjalan, tahun 1970, banyak senior Tapak Suci Ponorogo yang meneruskan studi keluar kota, sehingga dilakukan pergantian pengurus baru. Ketua tetap dipegang Bapak Ketut Sugito, Ketua Harian dipercayakan kepada Dody Rudianto, Sekretaris Choirul Fuaidy (sekarang menjabat di Pertamina sebagai general manager), dan Bendahara tetap dipegang Zaenal Fananie Djamhuri.

Sewaktu Ketua Harian dipegang Dody Rudianto, tahun 1970, Angkatan Muda Muhammadiyah se Kodya Madiun meminta agar mendapat pelatihan Tapak suci dari Pimda Ponorogo. Permintaan itu disetujui atas seijin (restu) dari Pimpinan Pusat Tapak Suci. Diadakan pertama kali di rumah seorang pengusaha tokoh Muhammadiyah Bapak Haji Ilyas di daerah Sleko Madiun yang putranya menjadi pengurus IPM bernama Iwan (sekarang dokter dan bertugas di Rumah Sakit Islam Madiun). Latihan perdana dilakukan oleh Dody Rudianto (sekarang pendekar utama dan duduk di Pimpinan Pusat Tapak Suci, tinggal di Jakarta), dan Heru Trianto (sekarang tinggal di Yogyakarta, bekerja di Dolog). 
Setelah Dody Rudianto dan Heru Trianto meninggalkan Ponorogo, karena meneruskan kuliah di Bandung dan Yogyakarta, selanjutnya pembinaan di Madiun diteruskan oleh Kuslal Hadi dan Sugiyanto. Demikian juga, untuk pembinaan di Tulungagung ditugaskan kepada Darto.
Sejak tahun 1968 hingga sekarang, Tapak Suci Pimda Ponorogo senantiasa aktif mengikuti berbagai kegiatan baik yang diadakan oleh Pimpinan Pusat maupun Wilayah.